BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam kehidupan
manusia, tingkah laku atau kepribadian merupakan hal yang sangat penting
sekali, sebab aspek ini akan menentukan sikap identitas diri seseorang. Baik
dan buruknya seseorang itu akan terlihat dari tingkah laku atau kepribadian
yang dimilikinya. Oleh karena itu, perkembangan dari tingkah laku atau
kepribadian ini sangat tergantung kepada baik atau tidaknya proses pendidikan
yang ditempuh.
Proses pembentukan tingkah laku atau kepribadian ini hendaklah dimulai dari masa kanak-kanak, yang dimulai dari selesainya masa menyusui hingga anak berumur enam atau tujuh tahun. Masa ini termasuk masa yang sangat sensitif bagi perkembangan kemampuan berbahasa, cara berpikir, dan sosialisasi anak. Di dalamnya terjadilah proses pembentukan jiwa anak yang menjadi dasar keselamatan mental dan moralnya. Pada saat ini, orang tua harus memberikan perhatian ekstra terhadap masalah pendidikan anak dan mempersiapkannya untuk menjadi insan yang handal dan aktif di masyarakatnya kelak. Konsep pendidikan yang tepat untuk diterapkan pada masa ini adalah sebagai berikut.
Di dalam lingkungan keluarga, orang tua berkewajiban untuk menjaga, mendidik, memelihara, serta membimbing dan mengarahkan dengan sungguh-sungguh dari tingkah laku atau kepribadian anak sesuai dengan syari’at Islam yang berdasarkan atas tuntunan atau aturan yang telah ditentukan di dalam Al-Qur’an dan hadits. Tugas ini merupakan tanggung jawab masing-masing orang tua yang harus dilaksanakan.
Pentingnya pendidikan Islam bagi tiap-tiap orang tua terhadap anak-anaknya didasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanya-lah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi (HR. Bukhari). Hal tersebut juga didukung oleh teori psikologi perkembangan yang berpendapat bahwa masing-masing anak dilahirkan dalam keadaan seperti kertas putih. Teori ini dikenal dengan teori “tabula rasa”, yang mana teori ini berpendapat bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan bersih; ia akan menerima pengaruh dari luar lewat indera yang dimilikinya. Pengaruh yang dimaksudkan tersebut berhubungan dengan proses perkembangan intelektual, perhatian, konsentrasi, kewaspadaan, pertumbuhan aspek kognitif, dan juga perkembangan sosial. Akan tetapi, perkembangan aspek-aspek tersebut sangat dipangaruhi oleh lingkungan sang anak tersebut.
Jadi, karena pengaruh lingkungan atau faktor luar sangat berpengaruh terhadap perkembangan aspek-aspek psikologis sang anak, maka peran pendidikan sangatlah penting dalam proses pembentukan dari tingkah laku atau kepribadiannya tersebut. Dalam hal ini, pendidikan keluarga merupakan salah satu aspek penting, karena awal pembentukan dan perkembangan dari tingkah laku atau kepribadian atau jiwa seorang anak adalah di melalui proses pendidikan di lingkungan keluarga. Dilingkungan inilah pertama kalinya terbentuknya pola dari tingkah laku atau kepribadian seorang anak tersebut.
Proses pembentukan tingkah laku atau kepribadian ini hendaklah dimulai dari masa kanak-kanak, yang dimulai dari selesainya masa menyusui hingga anak berumur enam atau tujuh tahun. Masa ini termasuk masa yang sangat sensitif bagi perkembangan kemampuan berbahasa, cara berpikir, dan sosialisasi anak. Di dalamnya terjadilah proses pembentukan jiwa anak yang menjadi dasar keselamatan mental dan moralnya. Pada saat ini, orang tua harus memberikan perhatian ekstra terhadap masalah pendidikan anak dan mempersiapkannya untuk menjadi insan yang handal dan aktif di masyarakatnya kelak. Konsep pendidikan yang tepat untuk diterapkan pada masa ini adalah sebagai berikut.
Di dalam lingkungan keluarga, orang tua berkewajiban untuk menjaga, mendidik, memelihara, serta membimbing dan mengarahkan dengan sungguh-sungguh dari tingkah laku atau kepribadian anak sesuai dengan syari’at Islam yang berdasarkan atas tuntunan atau aturan yang telah ditentukan di dalam Al-Qur’an dan hadits. Tugas ini merupakan tanggung jawab masing-masing orang tua yang harus dilaksanakan.
Pentingnya pendidikan Islam bagi tiap-tiap orang tua terhadap anak-anaknya didasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanya-lah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi (HR. Bukhari). Hal tersebut juga didukung oleh teori psikologi perkembangan yang berpendapat bahwa masing-masing anak dilahirkan dalam keadaan seperti kertas putih. Teori ini dikenal dengan teori “tabula rasa”, yang mana teori ini berpendapat bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan bersih; ia akan menerima pengaruh dari luar lewat indera yang dimilikinya. Pengaruh yang dimaksudkan tersebut berhubungan dengan proses perkembangan intelektual, perhatian, konsentrasi, kewaspadaan, pertumbuhan aspek kognitif, dan juga perkembangan sosial. Akan tetapi, perkembangan aspek-aspek tersebut sangat dipangaruhi oleh lingkungan sang anak tersebut.
Jadi, karena pengaruh lingkungan atau faktor luar sangat berpengaruh terhadap perkembangan aspek-aspek psikologis sang anak, maka peran pendidikan sangatlah penting dalam proses pembentukan dari tingkah laku atau kepribadiannya tersebut. Dalam hal ini, pendidikan keluarga merupakan salah satu aspek penting, karena awal pembentukan dan perkembangan dari tingkah laku atau kepribadian atau jiwa seorang anak adalah di melalui proses pendidikan di lingkungan keluarga. Dilingkungan inilah pertama kalinya terbentuknya pola dari tingkah laku atau kepribadian seorang anak tersebut.
Pentingnya peran keluarga dalam proses
pendidikan anak dicantumkan di dalam Al-Qur’an, yang mana Allah SWT berfirman
dalam surah Al-Furqan ayat 74, yang artinya sebagai berikut:
“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa (Al-Furqan: 74).”
Selanjutnya, berhubungan dengan pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak di dalam lingkungan keluarga ini juga dijelaskan Allah SWT sesuai dengan firman-Nya didalam surah At-Tahrim ayat 6, yang artinya sebagai berikut sebagai berikut:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (At-Tahrim: 6).”
Jadi, di dalam proses pendidikan di dalam lingkungan keluarga, masing-masing orang tua memiki peran yang sangat besar dan penting. Dalam hal ini, ada banyak aspek pendidikan sangat perlu diterapkan oleh masing-masing orang tua dalam hal membentuk tingkah laku atau kepribadian anaknya yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW. Diantara aspek-aspek tersebut adalah pendidikan yang berhubungan dengan penanaman atau pembentukan dasar keimanan (akidah), pelaksanaan ibadah, akhlak, dan sebagainya.
“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa (Al-Furqan: 74).”
Selanjutnya, berhubungan dengan pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak di dalam lingkungan keluarga ini juga dijelaskan Allah SWT sesuai dengan firman-Nya didalam surah At-Tahrim ayat 6, yang artinya sebagai berikut sebagai berikut:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (At-Tahrim: 6).”
Jadi, di dalam proses pendidikan di dalam lingkungan keluarga, masing-masing orang tua memiki peran yang sangat besar dan penting. Dalam hal ini, ada banyak aspek pendidikan sangat perlu diterapkan oleh masing-masing orang tua dalam hal membentuk tingkah laku atau kepribadian anaknya yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW. Diantara aspek-aspek tersebut adalah pendidikan yang berhubungan dengan penanaman atau pembentukan dasar keimanan (akidah), pelaksanaan ibadah, akhlak, dan sebagainya.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Konsep
Pendidikan Islam
2. Pendidikan
Keluarga dalam Pandangan Islam
3. Pembentukan
kepribadian anak dalam lingkungan keluarga
4. Upaya
orang tua dalam mendidik anak
5. Kiat
– kiat praktis mendidik anak
6. Kendala
atau tantangan dalam mendidik anak
1.3
Tujuan
1. mengetahui fungsi keluarga dalam
pendidikan
2. mengetahui peran keluarga dalam
mensukseskan pendidikan
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Konsep
Pendidikan Islam
Menurut
konsep dalam Islam, proses tarbiyah (pendidikan) mempunyai tujuan untuk
melahirkan suatu generasi baru dengan segala ciri-cirinya yang unggul dan
beradab. Penciptaan generasi ini dilakukan dengan penuh keikhlasan dan
ketulusan yang sepenuhnya dan seutuhnya kepada Allah SWT melalui proses
tarbiyah. Melalui proses tarbiyah inilah, Allah SWT telah menampilkan peribadi
muslim yang merupakan uswah dan qudwah melalui Muhammad SAW. Peribadinya
merupakan manifestasi dan jelmaan dari segala nilai dan norma ajaran Al-Qur’an
dan sunah Rasulullah SAW.
Islam menghendaki program pendidikan yang menyeluruh, baik menyangkut aspek duniawi maupun ukhrowi. Dengan kata lain, pendidikan menyangkut aspek-aspek rohani, intelektual dan jasmani. Maka hal ini, proses pendidikan sangat didukung banyak aspek, terutama guru atau pendidik, orang tua, dan juga lingkungan.
Lingkup materi pendidikan Islam secara lengkap dikemukakan oleh Heri Jauhari Muchtar dalam bukunya “Fikih Pendidikan”, sebagaimana dikutip dalam Sismanto (2008), yang menyatakan bahwa pendidikan Islam itu mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
Islam menghendaki program pendidikan yang menyeluruh, baik menyangkut aspek duniawi maupun ukhrowi. Dengan kata lain, pendidikan menyangkut aspek-aspek rohani, intelektual dan jasmani. Maka hal ini, proses pendidikan sangat didukung banyak aspek, terutama guru atau pendidik, orang tua, dan juga lingkungan.
Lingkup materi pendidikan Islam secara lengkap dikemukakan oleh Heri Jauhari Muchtar dalam bukunya “Fikih Pendidikan”, sebagaimana dikutip dalam Sismanto (2008), yang menyatakan bahwa pendidikan Islam itu mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
1. Pendidikan
keimanan (Tarbiyatul Imaniyah)
2. Pendidikan
moral/akhlak ((Tarbiyatul Khuluqiyah)
3. Pendidikan
jasmani (Tarbiyatul Jasmaniyah)
4. Pendidikan
rasio (Tarbiyatul Aqliyah)
5. Pendidikan
kejiwaan/hati nurani (Tarbiyatulnafsiyah)
6. Pendidikan
sosial/kemasyarakatan (Tarbiyatul Ijtimaiyah)
7. Pendidikan
seksual (Tarbiyatul Syahwaniyah)
Secara umum, keseluruhan ruang lingkup materi pendidikan Islam yang tercantum di atas, dapat dibagi manjadi 3 materi pokok pembahasan. Ketiga pokok bahasan tersebut yakni; Tarbiyah Aqliyah (IQ learning), Tarbiyyah Jismiyah (Physical learning), dan Tarbiyatul Khuluqiyyah (SQ learning).
Pertama, adalah Tarbiyah Aqliyah (IQ learning). Tarbiyah aqliyah atau sering dikenal dengan istilah pendidikan rasional (intellegence question learning) merupakan pendidikan yang mengedapan kecerdasan akal. Tujuan yang diinginkan dalam pendidikan itu adalah bagaimana mendorong anak agar bisa berfikir secara logis terhadap apa yang dlihat dan diindra oleh mereka. Input, proses, dan output pendidikan anak diorientasikan pada rasio (intellegence oriented), yakni bagaimana anak dapat membuat analisis, penalaran, dan bahkan sintesis untuk menjustifikasi suatu masalah. Misalnya melatih indra untuk membedakan hal yang di amati, mengamati terhadap hakikat apa yang di amati, mendorong anak bercita-cita dalam menemukan suatu yang berguna, dan melatih anak untuk memberikan bukti terhadap apa yang mereka simpulkan.
Kedua, Tarbiyyah Jismiyah (Physical learning). Yaitu segala kegiatan yang bersifat fisik dalam ranhgka mengembangkan aspek-aspek biologis anak tingkat daya tubuh sehingga mampu untuk melaksanakan tugas yang di berikan padanya baik secara individu ataupun sosial nantinya, dengan keyakinan bahwa dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat “al-aqlussalim fi jismissaslim“ sehingga banyak di berikan beberapa permainan oleh mereka dalam jenis pendidikan ini.
Dan ketiga, Tarbiyatul Khuluqiyyah (SQ learning) Makna tarbiyah khuluqiyyah disini di artikan sebagai konsistensi seseorang bagaimana memegang nilai kebaikan dalam situasi dan kondisi apapun dia berada seperti; kejujuran, keikhlasan, mengalah, senang bekerja dan berkarya, kebersihan, keberanian dalam membela yang benar, bersandar pada diri sendiri (tidak bersandar pada orang lain), dan begitu juga bagaimana tata cara hidup berbangsa dan bernegara.
Oleh sebab itu maka pendidikan akhlak tidak dapat di jalankan dengan hanya menghapalkan saja tentang hal baik dan buruk, tapi bagaimana menjalankannya sesuai dengan nilai nilainya. Ada beberapa bagian dalam hal ini antara lain :
1. Mengumpulkan
mereka dalam satu kelompok yang berbeda karakter;
2. Membantu
mereka untuk menemukan jati dirinya dengan memberikan pelatihan, ujian, dan
tempaaan;
3. Membentuk
kepribadian/ mendoktrin dengan selalu menjahui hal yang jelek dan berpegang
teguh terhadap nilai kebaikan.
2.
Pendidikan
Keluarga dalam Pandangan Islam
Pendidikan
keluarga adalah pendidikan yang diproses oleh seseorang di dalam lingkungan
rumah tangga atau keluarga. Sistem pendidikan ini merupakan unsur utama dalam
pendidikan seumur hidup, terutama karena sifatnya yang tidak memerlukan formalitas
waktu, cara, usia, fasilitas, dan sebagainya. Pada dasarnya, masing-masing
orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab atas pendidikan bagi
anak-anaknya. Mereka tidak hanya berkewajiban mendidik atau menyekolahkan
anaknya ke sebuah lembaga pendidikan. Akan tetapi mereka juga diamanati Allah
SWT untuk menjadikan anak-anaknya bertaqwa serta taat beribadah sesuai dengan
ketentuan yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Jadi,
orang tua tidak seharusnya hanya menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak-anak
mereka kepada pihak lembaga pendidikan atau sekolah, akan tetapi mereka harus
lebih memperhatikan pendidikan anak-anak mereka di lingkungan keluarga mereka,
karena keluarga merupakan faktor yang utama di dalam proses pembetukan kepribadian
sang anak. Hal ini sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah yang mana
beliau telah berhasil mendidik keluarga, anak-anak, serta para sahabatnya
menjadi orang-orang yang sukses dunia-akhirat, walaupun beliau tidak pernah
mengikuti jenjang pendidikan formal seperti lembaga-lembaga sekolah.
3.
Pembentukan
Kepribadian Anak dalam Lingkungan Keluarga
Pendidikan
orang terhadap anak dalam lingkungan keluarga sangat penting, apalagi pada periode
pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama). Aisyah Abdurrahman
Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah, sebagaimana dikutip
dalam Al-Hasan, Yusuf M. (2007), yang menyatakan bahwa periode
ini merupakan periode yang amat kritis dan paling penting. Periode ini
mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadinya. Apapun
yang terekam dalam benak anak pada periode ini, nanti akan tampak
pengaruh-pengaruhnya dengan nyata pada kepribadiannya ketika menjadi
dewasa.
Salah satu dasar pentingnya peran orang tua dalam mendidik anak adalah sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanya lah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi (HR. Bukhari). Berdasarkan Hadits ini, jelas sekali bahwa anak dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih yang belum terkena noda. Anak adalah karunia Allah yang tidak dapat dinilai dengan apa pun. Ia menjadi tempat curahan kasih sayang orang tua. Ia akan berkembang sesuai dengan pendidikan yang diperoleh dari kedua orang tuanya dan juga lingkungan disekitarnya.
Namun sejalan dengan bertambahnya usia sang anak, kadang-kadang muncul persoalan baru. Ketika beranjak dewasa anak dapat menampakkan wajah manis dan santun, penuh berbakti kepada orang tua, berprestasi di sekolah, bergaul dengan baik dengan lingkungan masyarakat di sekelilingnya, tapi di lain pihak dapat pula sebaliknya. Perilakunya kadang-kadang menjadi semakin tidak terkendali, bentuk kenakalan berubah menjadi kejahatan, dan orang tua pun selalu cemas memikirkanya. Maka dalam hal ini, peranan orang tua sangat berpengaruh penting. Jadi, Pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak ini disebabkan oleh karena pendidikan yang diperoleh anak dari pengalaman sehari-hari dengan sadar pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis.
Salah satu dasar pentingnya peran orang tua dalam mendidik anak adalah sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanya lah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi (HR. Bukhari). Berdasarkan Hadits ini, jelas sekali bahwa anak dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih yang belum terkena noda. Anak adalah karunia Allah yang tidak dapat dinilai dengan apa pun. Ia menjadi tempat curahan kasih sayang orang tua. Ia akan berkembang sesuai dengan pendidikan yang diperoleh dari kedua orang tuanya dan juga lingkungan disekitarnya.
Namun sejalan dengan bertambahnya usia sang anak, kadang-kadang muncul persoalan baru. Ketika beranjak dewasa anak dapat menampakkan wajah manis dan santun, penuh berbakti kepada orang tua, berprestasi di sekolah, bergaul dengan baik dengan lingkungan masyarakat di sekelilingnya, tapi di lain pihak dapat pula sebaliknya. Perilakunya kadang-kadang menjadi semakin tidak terkendali, bentuk kenakalan berubah menjadi kejahatan, dan orang tua pun selalu cemas memikirkanya. Maka dalam hal ini, peranan orang tua sangat berpengaruh penting. Jadi, Pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak ini disebabkan oleh karena pendidikan yang diperoleh anak dari pengalaman sehari-hari dengan sadar pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis.
4.
Upaya
Orang Tua dalam Mendidik Anak
Memang
usaha orang tua dalam upaya mendidik anak tidaklah semudah membalik tangan.
Perlu kesabaran dan kreativitas yang tinggi dari pihak orang tua. Secara umum,
dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para orangtua
muslim dalam mendidik anak:
1. Orang
tua perlu memahami tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan anak dan
tujuannya.
2. Banyak
menggali informasi tentang pendidikan anak.
3. Memahami
kiat mendidik anak secara praktis. Dengan demikian setiap gejala dalam
tahap-tahap pertumbuhan pertumbuhan anak dapat ditanggapi dengan cepat.
4. Sebelum
mentransfer nilai, kedua orang tua harus melaksanakan lebih dulu dalam
kehidupan sehari-hari. Karena di usia kecil, anak-anak cerdas cenderung meniru
dan merekam segala perbuatan orang terdekat. Bersegera mengajarkan dan
memotivasi anak untuk menghafal Al- Quran. Kegunaannya di samping sejak dini
mengenalkan Yang Maha Kuasa pada anak, juga untuk mendasari jiwa dan akalnya
sebelum mengenal pengetahuan yang lain.
5. Menjaga
lingkungan si anak, harus menciptakan lingkungan yang sesuai dengan ajaran yang
diberikan pada anak.
Akan tetapi, dalam mendidik anak orang tua hendaknya berperan sesuai dengan fungsinya. Masing-masing saling mendukung dan membantu. Bila salah satu fungsi rusak, anak akan kehilangan identitas. Pembagian tugas dalam Islam sudah jelas, peran ayah tidak diabaikan, tapi peran ibu menjadi hal sangat penting dan menentukan.
5.
Kiat
– kiat Praktis Mendidik Anak
Pendidikan
anak akan berhasil bila diwujudkan dengan mengikuti langkah-langkah kongkrit
dalam hal penanaman nilai-nilai Islam pada diri anak. Sehubungan dengan hal
ini, Abdurrah-man An-Nahlawi mengemukakan tujuh kiat dalam mendidik anak, yaitu
:
a. Dengan
Hiwar ( Dialog )
Mendidik anak dengan hiwar (dialog) merupakan
suatu keharusan bagi orang tua. Oleh karena itu kemampuan berdialog mutlak
harus ada pada setiap orang tua. Dengan hiwar, akan terjadi komunikasi yang
dinamis antara orang tua dengan anak, lebih mudah dipahami dan berkesan. Selain
itu, orang tua sendiri akan tahu sejauh mana perkembangan pemikiran dan sikap
anaknya.
Dalam mendidik umatnya, Rasulullah
SAW sering menggunakan metode ini. Anak-anak sering menanyakan: apa betul Allah
itu ahad, katanya Tuhan itu ada di mana-mana. Pada usia remaja atau dewasa,
dialog dengan orang tua itu sangat diperlukan dalam menghadapi persoalan hidup
yang semakin kompleks seiring dengan lingkungan anak yang semakin luas.
b. Dengan
Kisah
Kisah
memiliki fungsi yang sangat penting bagi perkembangan jiwa anak. Suatu kisah
bisa menyentuh jiwa dan akan memotivasi anak untuk merubah sikapnya. Kalau
kisah yang diceriterakan itu baik, maka kelak ia berusaha menjadi anak baik,
dan sebaliknya bila kisah yang diceriterakan itu tidak baik, sikap dan
perilakunya akan berubah seperti tokoh dalam kisah itu.
Banyak sekali kisah-kisah sejarah, baik kisah para nabi, sahabat atau orang-orang shalih, yang bisa dijadikan pelajaran dalam membentuk kepribadian anak. Contohnya, banyak anak-anak jadi malas, tidak mau berusaha dan mau terima beres. Karena kisah yang menarik baginya adalah kisah khayalan yang menampilkan pribadi malas tetapi selalu ditolong dan diberi kemudahan.
Banyak sekali kisah-kisah sejarah, baik kisah para nabi, sahabat atau orang-orang shalih, yang bisa dijadikan pelajaran dalam membentuk kepribadian anak. Contohnya, banyak anak-anak jadi malas, tidak mau berusaha dan mau terima beres. Karena kisah yang menarik baginya adalah kisah khayalan yang menampilkan pribadi malas tetapi selalu ditolong dan diberi kemudahan.
c. Dengan
Perumpamaan
Al-Qur`an
dan al-hadits banyak sekali mengemukakan perumpamaan. Jika Allah SWT dan
Rasul-Nya mengungkapkan perumpamaan, secara tersirat berarti orang tua juga
harus mendidik anak-anaknya dengan perumpamaan. Sebagai contoh, orang tua
berkata pada anaknya, “Bagaimana pendapatmu bila ada seorang anak yang rajin
shalat, giat belajar dan hormat pada kedua orang tuanya, apakah anak itu akan
disukai oleh ayah dan ibunya?” Tentu si anak berkata, “Tentu, anak itu akan
disukai oleh ibunya.”
Dari ungkapan seperti itu, orang tua bisa melanjutkan arahan terhadap anak-anaknya sampai sang anak betul-betul bisa menyadari, bahwa kalau mau disukai orang tuanya yang harus dilakukan sang anak adalah rajin shalat, giat belajar dan hormat pada keduanya. Begitu seterusnya dengan persoalan-persoalan lain.
Dari ungkapan seperti itu, orang tua bisa melanjutkan arahan terhadap anak-anaknya sampai sang anak betul-betul bisa menyadari, bahwa kalau mau disukai orang tuanya yang harus dilakukan sang anak adalah rajin shalat, giat belajar dan hormat pada keduanya. Begitu seterusnya dengan persoalan-persoalan lain.
d. Dengan
Keteladanan
Orang
tua merupakan pribadi yang sering ditiru anak-anaknya. Kalau perilaku orang tua
baik, maka anaknya meniru hal-hal yang baik dan bila perilaku orang tuanya
buruk, maka bisanya anaknya meniru hal-hal buruk pula. Dengan demikian,
keteladanan yang baik merupakan salah satu kiat yang harus diterapkan dalam
mendidik anak.
Kalau orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi anak shaleh, maka yang harus shalih duluan adalah orang tuanya. Sebab, dari keshalehan mereka, anak-anak akan meniru, dan meniru itu sendiri merupakan gharizah (naluri) dari setiap orang.
Kalau orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi anak shaleh, maka yang harus shalih duluan adalah orang tuanya. Sebab, dari keshalehan mereka, anak-anak akan meniru, dan meniru itu sendiri merupakan gharizah (naluri) dari setiap orang.
e. Denga
Latihan dan Pengalaman
Anak
shalih bukan hanya anak yang berdoa untuk orang tuanya. Anak shalih adalah anak
yang berusaha secara maksimal melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk melaksanakan ajaran Islam, seorang anak harus dilatih sejak
dini dalam praktik pelaksanaan ajaran Islam seperti shalat, puasa, berjilbab
bagi yang puteri, dan sebagainya.
Tanpa latihan yang dibiasakan, seorang anak akan sulit mengamalkan ajaran Islam, meskipun ia telah memahaminya. Oleh karena itu seorang ibu harus menanamkan kebiasaan yang baik pada anak-anaknya dan melakukan kontrol agar sang anak disiplin dalam melaksanakan Islam.
Tanpa latihan yang dibiasakan, seorang anak akan sulit mengamalkan ajaran Islam, meskipun ia telah memahaminya. Oleh karena itu seorang ibu harus menanamkan kebiasaan yang baik pada anak-anaknya dan melakukan kontrol agar sang anak disiplin dalam melaksanakan Islam.
f.
Dengan Ibhah Mauizhah
Dari
kisah-kisah sejarah, para orang tua bisa mengambil pelajaran untuk
anak-anaknya. Begitu pula dengan peristiwa aktual, bahkan dari kehidupan
makhluk lain banyak sekali pelajaran yang bisa diambil.Bila orang tua sudah
berhasil mengambil pelajaran dari suatu kejadian untuk anak-anaknya,
selanjutnya pada mereka di-berikan mau’izhah (nasihat) yang baik.
Misalnya dengan iman yang kuat, umat Islam yang sedikit, mampu mengalahkan orang kafir yang banyak di perang Badar. Sesuatu yang berat dan besar bisa dipindahkan, bila kita bekerjasama seperti semut-semut bergotong-royong membawa sesuatu, dan begitulah seterusnya.
Memberi nasihat itu tidak selalu harus dengan kata-kata. Melalui kejadian-kejadian tertentu yang menggugah hati, juga bisa menjadi nasihat, seperti menjenguk orang sakit, ta’ziyah pada orang yang mati, ziarah ke kubur, dan sebagainya.
Misalnya dengan iman yang kuat, umat Islam yang sedikit, mampu mengalahkan orang kafir yang banyak di perang Badar. Sesuatu yang berat dan besar bisa dipindahkan, bila kita bekerjasama seperti semut-semut bergotong-royong membawa sesuatu, dan begitulah seterusnya.
Memberi nasihat itu tidak selalu harus dengan kata-kata. Melalui kejadian-kejadian tertentu yang menggugah hati, juga bisa menjadi nasihat, seperti menjenguk orang sakit, ta’ziyah pada orang yang mati, ziarah ke kubur, dan sebagainya.
g. Dengan
Targhib dan Tarhib
Targhib
adalah janji-janji menyenangkan bila seseorang melakukan kebaikan, sedang
tarhib adalah ancaman mengerikan bagi orang yang melakukan keburukan. Banyak
sekali ayat dan hadits yang mengungkapkan janji dan ancaman. Itu artinya orang
tua juga mesti menerapkannya dalam pendidikan anak-anaknya.
Dalam Islam, targhib dan tarhib dikaitkan dengan persoalan akhirat, yaitu surga dan neraka. Sehingga, sikap yang lahir dari sang anak melalui metode ini lebih kokoh karena terkait dengan iman kepada Allah dan Hari Akhir. Metode ini dimaksudkan untuk menggugah dan mendidik manusia agar memiliki perasaan robbaniyah, seperti khauf (takut) pada Allah, khusyu’ (merendahkan diri) di hadapan Allah, mahabbah (cinta) kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Berdasarkan uraian di atas, jelas sekali bahwa proses pendidikan anak agar menjadi anak yang shalih, memerlukan perhatian serius dari masing-masing orang tua, terutama para ibu. Oleh karena itu, kedua orang tua harus bersepakat dalam merumuskan detail pengaplikasian konsep dan program pendidikan yang ingin mereka terapkan sesuai dengan garis-garis besar konsep keluarga Islami. Kesepakatan antara kedua orang tua dalam perumusan ini akan menciptakan keselarasan dalam pola hubungan antara mereka berdua dan antara mereka dengan anak-anak.
Dalam Islam, targhib dan tarhib dikaitkan dengan persoalan akhirat, yaitu surga dan neraka. Sehingga, sikap yang lahir dari sang anak melalui metode ini lebih kokoh karena terkait dengan iman kepada Allah dan Hari Akhir. Metode ini dimaksudkan untuk menggugah dan mendidik manusia agar memiliki perasaan robbaniyah, seperti khauf (takut) pada Allah, khusyu’ (merendahkan diri) di hadapan Allah, mahabbah (cinta) kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Berdasarkan uraian di atas, jelas sekali bahwa proses pendidikan anak agar menjadi anak yang shalih, memerlukan perhatian serius dari masing-masing orang tua, terutama para ibu. Oleh karena itu, kedua orang tua harus bersepakat dalam merumuskan detail pengaplikasian konsep dan program pendidikan yang ingin mereka terapkan sesuai dengan garis-garis besar konsep keluarga Islami. Kesepakatan antara kedua orang tua dalam perumusan ini akan menciptakan keselarasan dalam pola hubungan antara mereka berdua dan antara mereka dengan anak-anak.
Keselarasan
ini menjadi amat penting karena akan menghindarkan ketidakjelasan arah yang
mesti diikuti oleh anak dalam proses pendidikannya. Jika ketidakjelasan arah
itu terjadi, anak akan berusaha untuk memuaskan hati ayah dengan sesuatu yang
kadang bertentangan dengan kehendak ibu atau sebaliknya. Anak akan memiliki dua
tindakan yang berbeda dalam satu waktu. Hal itu dapat membuahkan
ketidakstabilan mental, perasaan, dan tingkah laku sang anak.
Dalam mendidik anak, penghargaan dan hukuman kadang-kadang juga sangat diperlukan dalam mendidik anak. Penghargaan boleh saja diberikan pada anak jika mencapai suatu hasil atau prestasi yang baik. Fungsinya untuk mendidik dan memotivasi anak untuk dapat mengulangi kembali tingkah laku yang baik itu. Penghargaan yang diberikan kepada anak dapat berupa pujian, bingkisan, pengakuan atau perlakuan istimewa.
Sebaliknya, hukuman merupakan sangsi fisik atau psikis yang hanya boleh diberikan ketika anak melakukan kesalahan dengan sengaja. Rasulullah memerintahkan kepada orang tua memukul anaknya ketika telah berumur 10 tahun masih juga lalai shalat. Tentu saja dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Hukuman yang diberikan haruslah proporsional (sesuai) dengan kesalahan anak. Berat ringannya hukuman disesuaikan dengan besar kecilnya kesalahan, dan disesuaikan pula dengan kemampuan anak melaksanakan hukuman tersebut. Menghukum anak yang memecahkan gelas misalnya, harus berbeda dengan anak yang melailaikan shalat. Artinya, pelanggaran syar’i harus mendapat porsi hukuman khusus (lebih berat misalnya) dibandingkan kesalahan teknis yang tidak terlalu penting. Hikmah dari pendidikan melalui hukuman ini diantaranya adalah untuk melatih disiplin dan mengenalkan anak pada konsep balasan setiap amal perbuatan. Jika anak terlatih sejak kecil untuk berhati-hati dengan larangan dan sungguh-sungguh melaksanakan kewajiban, maka akan memudahkan baginya untuk berbuat seperti itu ketika ia dewasa. Tampaklah bahwa hukuman pun bermanfaat untuk melatih dan menanamkan rasa tanggungjawab dalam diri anak.
Dalam mendidik anak, penghargaan dan hukuman kadang-kadang juga sangat diperlukan dalam mendidik anak. Penghargaan boleh saja diberikan pada anak jika mencapai suatu hasil atau prestasi yang baik. Fungsinya untuk mendidik dan memotivasi anak untuk dapat mengulangi kembali tingkah laku yang baik itu. Penghargaan yang diberikan kepada anak dapat berupa pujian, bingkisan, pengakuan atau perlakuan istimewa.
Sebaliknya, hukuman merupakan sangsi fisik atau psikis yang hanya boleh diberikan ketika anak melakukan kesalahan dengan sengaja. Rasulullah memerintahkan kepada orang tua memukul anaknya ketika telah berumur 10 tahun masih juga lalai shalat. Tentu saja dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Hukuman yang diberikan haruslah proporsional (sesuai) dengan kesalahan anak. Berat ringannya hukuman disesuaikan dengan besar kecilnya kesalahan, dan disesuaikan pula dengan kemampuan anak melaksanakan hukuman tersebut. Menghukum anak yang memecahkan gelas misalnya, harus berbeda dengan anak yang melailaikan shalat. Artinya, pelanggaran syar’i harus mendapat porsi hukuman khusus (lebih berat misalnya) dibandingkan kesalahan teknis yang tidak terlalu penting. Hikmah dari pendidikan melalui hukuman ini diantaranya adalah untuk melatih disiplin dan mengenalkan anak pada konsep balasan setiap amal perbuatan. Jika anak terlatih sejak kecil untuk berhati-hati dengan larangan dan sungguh-sungguh melaksanakan kewajiban, maka akan memudahkan baginya untuk berbuat seperti itu ketika ia dewasa. Tampaklah bahwa hukuman pun bermanfaat untuk melatih dan menanamkan rasa tanggungjawab dalam diri anak.
6.
Kendala
atau Tantangan dalam Mendidik Anak
Dalam
mendidik anak setidaknya ada dua macam kendala atau tantangan: yakni tantangan
yang bersifat internal dan yang bersifat eksternal. Sumber tantangan
internal yang utama adalah orangtua itu sendiri, misalnya ketidakcakapan
orangtua dalam mendidik anak atau ketidak harmonisan rumah tangga. Sunatullah
telah menggariskan, bahwa pengembangan kepribadian anak haruslah berimbang
antara fikriyah (pikiran), ruhiyah (ruh), dan jasadiyahnya (jasad). Tantangan
eksternal mungkin bersumber dari lingkungan rumah tangga, misalnya interaksi
dengan teman bermain dan kawan sebayanya. Di samping itu peranan
media massa sangat pula berpengaruh dalam perkembangan tingkah laku
atau kepribadian anak. Informasi yang disebarluaskan media massa baik
cetak maupun elektronik memiliki daya tarik yang sangat kuat.
Kedua tantangan ini sangat mempengaruhi perkembangan tingkah laku atau kepribadian anak. Lingkungan yang tidak islami dapat melunturkan nilai-nilai islami yang telah ditanamkan di rumah. Jadi, jika orang tua tidak mengarahkan dan mengawasi dengan baik, maka si anak akan menyerap semua informasi yang ia dapat, tidak hanya yang baik bahkan yang merusak akhlak.
Meskipun banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan seorang anak, orang tua tetap memegang peranan yang amat dominan. Dalam mendidik anak orang tua hendaknya berperan sesuai dengan fungsinya. Masing-masing saling mendukung dan membantu. Bila salah satu fungsi rusak, anak akan kehilangan identitas. Pembagian tugas dalam Islam sudah jelas, peran ayah tidak diabaikan, tapi peran ibu menjadi hal sangat penting dan menentukan.
Oleh karena itu, hanya ada satu cara agar anak menjadi permata hati dambaan setiap orang tua, yaitu melalui pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai Islam. Islam telah memberikan dasar-dasar konsep pendidikan dan pembinaan anak, bahkan sejak anak masih berada dalam kandungan. Jika anak sejak dini telah mendapatkan pendidikan Islam, Insya allah ia akan tumbuh menjadi insan yang mencintai Allah dan Rasul-Nya serta berbakti kepada orang tuanya.
Akan tetapi, upaya dalam mendidik atau membentuk tingkah laku atau kepribadian kepribadian anak dalam naungan Islam memang sering mengalami beberapa kendala. Perlu disadari disini, betapa pun beratnya kendala ini, namun hendaknya orang tua menghadapinya dengan sabar dan menjadikan kendala-kendala tersebut sebagai tantangan dan ujian.
Kedua tantangan ini sangat mempengaruhi perkembangan tingkah laku atau kepribadian anak. Lingkungan yang tidak islami dapat melunturkan nilai-nilai islami yang telah ditanamkan di rumah. Jadi, jika orang tua tidak mengarahkan dan mengawasi dengan baik, maka si anak akan menyerap semua informasi yang ia dapat, tidak hanya yang baik bahkan yang merusak akhlak.
Meskipun banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan seorang anak, orang tua tetap memegang peranan yang amat dominan. Dalam mendidik anak orang tua hendaknya berperan sesuai dengan fungsinya. Masing-masing saling mendukung dan membantu. Bila salah satu fungsi rusak, anak akan kehilangan identitas. Pembagian tugas dalam Islam sudah jelas, peran ayah tidak diabaikan, tapi peran ibu menjadi hal sangat penting dan menentukan.
Oleh karena itu, hanya ada satu cara agar anak menjadi permata hati dambaan setiap orang tua, yaitu melalui pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai Islam. Islam telah memberikan dasar-dasar konsep pendidikan dan pembinaan anak, bahkan sejak anak masih berada dalam kandungan. Jika anak sejak dini telah mendapatkan pendidikan Islam, Insya allah ia akan tumbuh menjadi insan yang mencintai Allah dan Rasul-Nya serta berbakti kepada orang tuanya.
Akan tetapi, upaya dalam mendidik atau membentuk tingkah laku atau kepribadian kepribadian anak dalam naungan Islam memang sering mengalami beberapa kendala. Perlu disadari disini, betapa pun beratnya kendala ini, namun hendaknya orang tua menghadapinya dengan sabar dan menjadikan kendala-kendala tersebut sebagai tantangan dan ujian.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan dari peran keluarga dalam mensukseskan
pendidikan adalah keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dari anak.
Dimana anak mendapatkan pendidikan sejak dalam kandungan sampai dengan
mendapatkan pendidikan formal.
Dalam mensukseskan pendidikan, keluarga berperan dalam
memberikan pendampingan dan memberikan pilihan kepada anaknya untuk masalah
pendidikan yang tepat sesuai dengan karakteristik dari anak. Di samping itu,
penciptaan suasana yang nyaman dan aman dari keluarga kepada anaknya akan
memberikan motivasi keluarga kepada anak dalam menempuh pendidikannya.